Pada setiap organisasi, umumnya ada fungsi pengendalian manajemen yang, pada banyak perusahaan, dikepalai oleh seorang CFO. Fungsi pengendalian ini adalah fungsi staf. Walaupun kontroler bertanggungjawab terhadap perancangan dan pengoperasian sistem yang mengumpulkan dan melaporkan informasi, penggunaan informasi tersebut adalah tanggungjawab manajemen lini. Kontroler bertanggungjawab terhadap pengembangan dan penganalisisan setiap kegiatan pengendalian. Mereka juga bisa memberikan rekomendasi kepada manajemen untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu. Tugas mereka yang lain adalah pengawasan apakah pengeluaran tetap terjadi di dalam batas-batas yang direncanakan atau diizinkan, pengendalian integritas sistem akuntansi, dan penjagaan aset perusahaan dari upaya pencurian dan penggelapan.
Keputusan yang dibuat oleh kontroler hanyalah keputusan yang berhubungan dengan penerapan kebijakan yang telah ditetapkan oleh manajemen lini. Mereka juga memiliki peran yang penting dalam penyiapan rencana strategis dan anggaran. Mereka juga sering diminta untuk menelisik laporan kinerja untuk menjami akurasi dan untuk mengingatkan manajer lini atas butir-butir yang memerlukan perhatian. Dalam kapasitas ini, kontroler bertindak seakan-akan manajer lini sendiri. Perbedaannya adalah bahwa keputusan mereka bisa dikalahkan oleh manajer lini.
Jika sebuah organisasi memiliki bentuk divisional, yang mana di bawah seorang CEO ada beberapa divisi atau unit bisnis, dan di masing-masing unit bisnis ada seorang kontroler, sementara CEO memiliki juga seorang kontroler yang menjadi bawahannya langsung, maka kontroler divisi tidak akan terelakkan lagi akan memiliki loyalitas yang terpecah. Pada satu sisi, mereka memiliki loyalitas kepada kontroler korporat, yang mungkin bertanggungjawab terhadap keseluruhan operasi dari sistem pengendalian. Di sisi yang lain, mereka juga memiliki loyalitas kepada manajer divisi di mana ia ditempatkan dan kepada siapa ia memberikan asistensi.
Di sebagian perusahaan, kontroler divisi melapor atau bertanggungjawab langsung kepada manajer divisi atau disebut dengan tanggungjawab lokal (
local responsibility). Di sini, manajer divisi adalah atasan langsung dari kontroler, dan ia memiliki otoritas untuk penunjukan, pelatihan, pentransferan, pemberian kompensasi, promosi, dan pemecatan kontroler yang ada di divisinya. Namun, keputusan ini jarang dibuat tanpa persetujuan kontroler korporat.
Di sebagian perusahaan yang lain, kontroler divisi bertanggungjawab langsung kepada kontroler korporat. Dalam hal ini, kontroler korporat, dan bukan manajer divisi, adalah atas langsung dari kontroler divisi. Hubungan ini disebut dengan tanggungjawab fungsional (
functional responsibility).
Secara teoretis ada masalah pada masing-masing hubungan ini. Jika kontroler divisi lebih banyak bekerja bagi manajer divisi, maka sangat mungkin jika ia akan tidak memberikan informasi yang sepenuhnya obyektif tentang anggaran dan kinerja divisi kepada manajemen atas. Di sisi yang lain, jika kontroler divisi bertanggungjawab kepada atau menjadi bawahan dari kontroler korporat, maka manajer divisi akan memperlakukannya sebagai "mata-mata dari kantor pusat", alih-alih seorang rekan yang terpercaya.
Masalah di atas sudah lama menjadi perhatian akademisi. Mereka saling berdebat apakah sebaiknya kontroler divisi bertanggungjawab kepada manajer divisi ataukah kepada kontroler korporat (pusat).
Literatur menunjukkan bahwa kontroler divisi akan lebih baik dalam memfasilitasi pengendalian korporat dan mencegah pelaporan data yang menyesatkan jika perusahaan lebih menekankan tanggungjawab fungsional mereka. Sebaliknya, penelitian Maas dan Matejka (2009) menunjukkan bahwa jika peran atau tanggungjawab fungsional lebih ditekankan pada kontroler divisi, maka penekanan ini akan memunculkan efek yang buruk terhadap kemampuan kontroler untuk berperan sebagai pengawas korporat. Mereka menemukan bahwa kontroler divisi mencerap tanggungjawab lokal mereka lebih penting dibandingkan dengan tanggungjawab fungsional. Oleh sebab itu, penguatan ikatan fungsional mereka, kontroler divisi dengan kontroler korporat, hanya akan membuat mereka kesulitan untuk merekonsiliasi peran ganda mereka dan memajankan mereka pada level konflik peran dan ambiguitas peran yang lebih tinggi. Konflik peran dan ambiguitas peran yang lebih tinggi akan mengarah pada kekeliruan pelaporan data pada level lokal (misalnya pembiasan ramalan dan perataan laba). Akibatnya, penekanan yang lebih besar terhadap tanggungjawab fungsional seorang kontroler divisi bisa secara tidak langsung mengarah kepada peningkatan, alih-alih penurunan praktik kekeliruan pelaporan data.
Hasil penelitian Maas dan Matejka (2009) ini menemukan bahwa kontroler yang bekerja pada lingkungan yang lebih menekankan tanggungjawab fungsional merasakan level konflik peran dan ambiguitas peran yang lebih tinggi yang kemudian secara positif akan berhubungan dengan kekeliruan pelaporan pada level lokal. Selain itu, mereka menemukan bahwa peningkatan penekanan pada tanggungjawab fungsional seorang kontroler divisi akan merusak peran mereka sebagai penyedia layanan bagi manajer lokal. Dengan demikian, menurut mereka, penelitian mereka menentang pendapat umum bahwa penekanan tanggungjawab fungsional akan bisa mengurangi masalah kekeliruan pelaporan dan penelitian tersebut juga menyiratkan bahwa peningkatan tanggungjawab tersebut akan mengurangi kualitas pembuatan keputusan di divisi.
Sleman, 12 Maret 2011
Sumber:
Management Control System. 2007. Robert N. Anthony dan Vijay Govindarajan.
Balancing the Dual Responsibilities of Business Unit Controllers: Field and Survey Evidence. 2009. Victor S. Maas dan Michal Matejka. The Accounting Review.
By Rahmat Febrianto On Sabtu, 12 Maret 2011 At 09.23