Kekeliruan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) PP 24/2005

By Rahmat Febrianto On Rabu, 03 Desember 2008 At 02.35

Sejak pertama kali membaca Peraturan Pemerintahan no. 24 Tahun 2005, terutama Lampiran II tentang Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, saya merasa sangat ada kekeliruan di dalamnya. Pada tahun 2006, saat mengikuti sosialisasi tentang PP ini saya sempat mempertanyakan beberapa hal yang menurut saya sangat keliru di dalam PP tersebut kepada anggota KSAP. Kekeliruan ini fatal karena menyangkut sebuah keputusan presiden. Namun, saat itu saya tidak mendapatkan jawaban yang jelas dari salah seorang anggota KSAP tersebut. Hal-hal yang mengganggu saya tersebut adalah sebagai berikut.


Pertama, ada kesan yang sangat jelas bahwa Lampiran II itu adalah salinan-adaptasian dari Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) no. 1 dan no. 2. Pertanyaannya, apakah salah jika mengadaptasi sebuah konsep dari luar negeri kalau itu baik? Jawab saya, tidak sama sekali. Namun, mari kita lihat mengapa kedua SFAC itu disusun dan atas asumsi apa penyusunannya.


Di paragraf 9-16 SFAC no. 1 dijelaskan tentang konteks lingkungan tujuan pelaporan keuangan di AS. Di sana jelas dinyatakan bahwa ekonomi di AS adalah ekonomi berbasis pasar, modal diperoleh salah-satunya dari pasar modal, dan oleh karena itu investor adalah fokus perhatian laporan keuangan. Oleh karena itu, tujuan pelaporan keuangan dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, hukum, politik, dan lingkungan sosial di AS (par. 9). Jadi jelas sekali bahwa SFAC itu disusun untuk tujuan pelaporan akuntansi perusahaan bisnis dan di Amerika Serikat, bukan untuk tujuan pemerintahan dan bukan pula disusun untuk tujuan pelaporan institusi lain di luar AS.


Yang membuat saya heran adalah mengapa dari tujuh SFAC yang diterbitkan oleh FASB hingga saat ini dan salah satu dari SFAC jelas-jelas berbicara tentang tujuan pelaporan keuangan untuk organisasi nonbisnis (SFAC no. 4), namun sama sekali bukan menjadi acuan oleh penyusun SAP ini? Mengapa justru SFAC no. 1 dan 2 yang jelas-jelas berhubungan dengan perusahaan bisnis yang diacu?


Kedua, karakteristik kualitatif laporan keuangan (par. 32) adalah: ( 1) Relevan, (2) Andal, (3) Dapat dibandingkan, dan (4) Dapat dipahami. Mari kita bandingkan dengan gambar 1 SFAC no. 2 (hlm. 20) . Di gambar hirarki kualitas akuntansi tersebut jelas bahwa kualitas utama laporan keuangan adalah relevance, reliability, dan comparability (including consistency). Definisi relevan diberikan di paragraf 33 dari SAP sedangkan di SFAC no. 2 ada di halaman 5. Berikut perbandingan keduanya.


SAP:
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya


SFAC no. 2:
Relevant accounting information is capable of making a difference in a decision by helping users to form predictions about the outcomes of past, present, and future events or to confirm
or correct prior expectations.


Jadi jelas sekali dari mana sumber definisi relevansi di dalam SAP itu berasal.


Ketiga, gambar 1 SFAC no. 2 digambarkan bahwa relevansi memiliki syarat agar bisa menghasilkan kualitas yang baik: predictive value, feedback value, dan timeliness. Bandingkan dengan paragraf 34 SAP yang menyatakan bahwa informasi yang relevan adalah informasi yang memiliki feedback value, predictive value, tepat waktu, dan lengkap. (Jika saja penyusun SAP awas dengan catatan kaki no. 6 yang menjelaskan mengapa ada feedback dan predictive value di dalam SFAC no. 2, maka mereka tidak akan memisahkan keduanya. )


Keempat, SAP menyatakan ada delapan prinsip yang digunakan di dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintahan. Dari delapan prinsip tersebut ada dua prinsip yang paling keliru dan mengganggu saya selama tiga tahun ini: prinsip no. 4 tentang prinsip substansi menggunguli bentuk formal dan prinsip no. 8 tentang penyajian wajar.


Prinsip substansi mengungguli bentuk adalah sebuah prinsip yang sangat dipegang teguh di dalam akuntansi bisnis. Mengapa? Misalkan sebuah perusahaan membeli aset dan mengeluarkan sejumlah uang atau menerbitkan surat hutang atas pembelian aset tersebut. Pengeluaran itu tentu saja akan dicatat pada saat transaksi terjadi. Akuntansi tidak memperdulikan apakah aset yang dibeli tersebut adalah aset yang bermasalah secara hukum atau tidak. Prinsipnya, setiap ada perubahan posisi aset, harus segera dicatat. Sehingga dikatakan bahwa substansi ekonomik yang terjadi harus didahulukan daripada aspek formal transaksi.


Apakah prinsip ini bisa terjadi di dalam organisasi pemerintah? Bisakah sebuah transaksi terjadi tanpa ada aspek legalnya? Bisakah ada pengeluaran tanpa ada aturan hukum pengeluaran tersebut. Apakah presiden bisa memakai anggaran negara tanpa persetujuan DPR? Mustahil. Lalu mengapa dipakai menjadi prinsip?


Prinsip kedua yang juga tidak sesuai adalah prinsip penyajian wajar. Di dalam akuntansi, selain prinsip penyajian wajar juga ada prinsip lain yang berseberangan dengan prinsip pertama, yaitu prinsip kepatuhan hukum (legal compliance). Prinsip penyajian wajar lahir karena perusahaan-perusahaan di AS dan Inggris dan negara-negara lain sealiran dengan mereka mendanai perusahaan dengan uang yang diperoleh dari pasar modal. Oleh karena itu maka prinsip penyajian laporan keuangan adalah penyajian yang wajar (fair presentation). Bagi prinsip penyajian wajar, tidak ada aturan legal yang mengatur penyajian informasi akuntansi, yang ada hanyalah sekumpulan kesepakatan yang berlaku umum yang disebut dengan GAAP di AS dan PABU di Indonesia. Perlu diingat bahwa PABU (Prinsip Akuntansi Berterima Umum) bukan hanya buku standar akuntansi yang diterbitkan oleh Dewan Standar IAI, melainkan lebih luas daripada itu. Bahkan buku teks pun akan bisa dijadikan acuan.


Apakah laporan keuangan pemerintah bisa disusun dengan prinsip wajar, lepas dari aturan? Pencatatan akuntansi organisasi pemerintah tidak bisa dilakukan berdasarkan selain aturan pemerintah. Sehingga audit keuangan pemerintah adalah audit atas kesesuaian dengan standar, bukan atas kewajaran pelaporannya. Karena itu, maka prinsip no. 4 dengan sendirinya gugur.


Oleh karena itu, menurut saya PP ini seharusnya dicabut dan dibuat ulang dengan mempertimbangkan benar-benar karakteristik akuntansi pemerintahan yang benar.






Sleman, Desember 2008

Label: , ,

for this post

 
Blogger fauzan_maestro Says:

Konsentrasi akuntansi sektor publik belum menjadikan lebih mengerti, he..he.
Bahan pemikiran pembuka yang sangat menarik pak, meskipun selama ini SAP pun telah banyak "dicerca" kiri-kanan. Wak punya e-book tentang riset regulasi akuntansi, mudah2an nanti bisa lebih paham dengan masalah standar maupun regulasi lainnya.

 
 
Anonymous Anonim Says:

Tulisan yang sangat bagus, terutama untuk menjadi bahan kuliah mahasiswa S1 (matakuliah Teori Akuntansi dengan diskusi untuk sektor publik/pemerintahan) dan S2 (mata kuliah akuntansi sektor publik - untuk membedakan dg akuntansi sektor bisnis).

Untuk ranah teori, terutama konsep yang ada di SFAC, KSAP perlu diskusi dengan pakar teori akuntansi. Kalau di UGM ada Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc (dosen Teori Akuntansi di S2 dan S3 UGM) atau Prof. Dr. Suwardjono, M.Sc. Di UI atau Unpad tentu ada pakar lainnya...

 
 
Blogger Rahmat Febrianto Says:

Terima kasih atas apresiasi pak Syukriy terhadap tulisan ini. Saya telah pernah mengajukan wacana tersebut ke anggota penyusunannya, namun tidak memuaskan.

 
 
Blogger Warsidi, CA Says:

Wah, baru tadi pagi saya tuntas membaca kerangka konsep SAP. Malam ini saya rencananya mau baca versi IFAC, yg tadinya saya kira adalah sumber utama SAP. Artikel bagus, Pak.

Setelah jenuh dgn artikel riset2 akuntansi & pasar modal, saya memang berniat untak beralih ke sektor publik.

Thanks,
Warsidi - akuntansi unsoed

 
 
Blogger Rahmat Febrianto Says:

Pak Warsidi, terima kasih telah berkunjung.

 

Leave a Reply